Selasa, 07 Oktober 2025

OPINI - Jabatan Pelaksana dan Tantangan Reformasi Birokrasi di Daerah

OPINI ASN

Jabatan Pelaksana dan Tantangan Reformasi Birokrasi di Daerah

Oleh: Slamet Subagyo, S.E., M.A.P.

Analis Kebijakan Ahli Muda pada Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.

----------------------------------------------------

Opini ini merupakan refleksi pribadi Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur atas dinamika pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya dalam konteks penataan jabatan pelaksana di daerah.

-----------------------------------------------------

Reformasi birokrasi telah menjadi tonggak penting dalam perjalanan pemerintahan modern di Indonesia. Sejak diluncurkan, berbagai kebijakan strategis digulirkan untuk menciptakan birokrasi yang profesional, efisien, dan berorientasi hasil. Salah satu langkah besar yang diambil adalah penyederhanaan struktur organisasi serta peralihan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Langkah ini diharapkan mampu mendorong percepatan pelayanan publik sekaligus meningkatkan kinerja aparatur negara.

Namun di balik keberhasilan tersebut, masih terdapat ruang refleksi yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu mengenai nasib jabatan pelaksana. Dalam banyak organisasi pemerintah, termasuk di tingkat daerah, jabatan pelaksana masih menghadapi tantangan besar dalam hal pengembangan karier, penghargaan, dan pengakuan atas kinerja.

Sebagai ASN yang saat ini bertugas di Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur, saya menyaksikan secara langsung bahwa pegawai pelaksana memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga ritme dan keberlanjutan roda pemerintahan. Mereka menjadi penggerak teknis yang memastikan administrasi dan pelayanan publik berjalan tanpa hambatan. Namun ironisnya, posisi strategis tersebut belum sepenuhnya diikuti oleh sistem karier yang adil dan progresif.

Setelah lebih dari satu dekade berkecimpung dalam dunia birokrasi — mulai dari jabatan fungsional umum/pelaksana (2010–2012), Pranata Acara (2012–2015), Pranata Upacara (2015–2017), hingga beberapa jabatan struktural seperti Kasubbag Kepegawaian (2017–2019), Kasubbag Tata Usaha Pimpinan, Staf Ahli dan Kepegawaian (2019–2020), serta Kasubbag Kelembagaan dan Analisis Jabatan (2020–2021) — saya memahami bahwa dinamika birokrasi di lapangan sering kali tidak sesederhana kebijakan di atas kertas.

Sejak 2021, saya berkesempatan mengemban amanah sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda, posisi yang membuat saya semakin menyadari pentingnya keseimbangan antara perubahan sistem dan keadilan bagi seluruh ASN, termasuk mereka yang berada di jabatan pelaksana.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pegawai pelaksana sering kali terjebak dalam situasi stagnan. Keterbatasan jenjang jabatan membuat mereka tidak memiliki ruang untuk berkembang, meskipun kompetensi dan pengalaman mereka mumpuni. Sementara itu, muncul generasi ASN baru yang langsung masuk melalui jalur jabatan fungsional dengan tunjangan kinerja atau sebutan lain dan kelas jabatan yang lebih tinggi. Ketimpangan ini menimbulkan dilema moral dan psikologis yang berpotensi mengurangi semangat kerja dan loyalitas terhadap organisasi.

Dari sudut pandang kebijakan, kondisi tersebut seharusnya menjadi perhatian serius dalam kerangka besar reformasi birokrasi berkeadilan. Pemerintah perlu menyiapkan mekanisme penataan yang memberikan ruang bagi pegawai pada jabatan pelaksana untuk naik kelas, baik melalui penyetaraan (inpassing) ke jabatan fungsional, pembukaan jalur karier berbasis kompetensi dan kinerja, maupun pemberian pelatihan dan sertifikasi agar mereka dapat beralih ke jabatan yang sesuai dengan kemampuannya.

Upaya ini bukan hanya untuk mengatasi ketimpangan karier, tetapi juga untuk memastikan setiap ASN memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan kontribusi terbaik bagi organisasi dan masyarakat. Birokrasi yang sehat tidak boleh membiarkan sebagian pegawai merasa tidak memiliki masa depan dalam sistem.

Sebagai bagian dari Bagian Organisasi yang juga berperan dalam pembinaan kelembagaan, saya meyakini bahwa reformasi birokrasi di daerah akan berhasil apabila dibarengi dengan penguatan aspek human capital — penghargaan terhadap sumber daya manusia, bukan hanya perubahan struktur jabatan. Pegawai pelaksana adalah aset yang harus diberdayakan, bukan sekadar diatur.

Reformasi sejati tidak hanya tentang penyederhanaan struktur, tetapi juga tentang pemberdayaan dan keadilan karier. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa setiap ASN, di level manapun ia berada, mendapatkan ruang tumbuh sesuai potensinya. Dengan begitu, semangat reformasi birokrasi dapat benar-benar dirasakan hingga ke lapisan paling dasar dari organisasi pemerintahan.

Pada akhirnya, saya meyakini bahwa keberhasilan reformasi birokrasi bukan semata diukur dari rampingnya struktur atau banyaknya jabatan fungsional yang terbentuk, melainkan dari seberapa besar perubahan itu menghadirkan keadilan, motivasi, dan semangat pengabdian di antara para ASN.

Ketika seluruh aparatur — termasuk pegawai dengan jabatan pelaksana — merasa dihargai dan diberi kesempatan yang sama untuk berkembang, maka birokrasi yang profesional, berintegritas, dan berorientasi pelayanan bukan lagi sekadar cita-cita, melainkan kenyataan yang hidup di setiap satuan kerja pemerintahan.

----------------------------------------------------

Penulis: Slamet Subagyo, S.E., M.A.P. ~ Analis Kebijakan Ahli Muda pada Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur.~

Pernah menjabat sebagai Fungsional Umum/Pelaksana, Pranata Acara, Pranata Upacara, Kasubbag Kepegawaian, Kasubbag Tata Usaha Pimpinan - Staf Ahli dan Kepegawaian, serta Kasubbag Kelembagaan dan Analisis Jabatan.

----------------------------------------------------

Tags: #ASN #ReformasiBirokrasi #OrganisasiDaerah #KutaiTimur #OpiniASN #JabatanPelaksana


0 comments:

Posting Komentar